Pabrik Minyak Goreng di Bekasi Stop Produksi, 350 Karyawan Dirumahkan

Ilustrasi Minyak Goreng (doc.net)

Sebagai contoh, PT Sumi Asih harus memenuhi kewajiban DMO, pihaknya harus membeli CPO atau olein dengan harga pasar yang saat ini harganya Rp20.500 per kilogram (kg). Lalu pihaknya mesti jual minyak goreng dengan harga yang ditentukan pemerintah Rp10.300 per kg. Artinya ada selisih sebesar Rp10.200 per kg.

Markus menilai selisih itu terlalu tinggi. Ia pun bertemu dengan Kementerian Perdagangan dan mengusulkan bayar saja untuk subsidi Rp4.000 hingga Rp5.000 dari pada Rp10.200 dengan skema DMO.

“Pak, kalau pengusaha dirasehin begitu mending kalau memang Bapak mau memberikan subsidi, daripada repot repot tentukan saja ini (besarannya), kalau kita DMO sekian katakanlah selisihnya sebesar itu (Rp10.200), sudah Pak, kita disuruh bayar saja per ekspor itu Rp4.000-5.000,” katanya kepada pihak Kementerian perdagangan, yang ia tidak disebutkan namanya.

Kemudian uang itu disinkronkan dengan Bantuan Langsung Tunai milik Kementerian Sosial untuk dibagikan kepada yang benar-benar membutuhkan. Tidak seperti sekarang, semua pihak, baik yang kaya maupun miskin menikmati minyak goreng murah.

“Toh yang memang kita mesti subsidi kan orang-orang yang membutuhkan. Kalau sekarang orang-orang yang punya duit juga dapat. Di AEON (pusat perbelanjaan) kemarin, saya lihat harga minyak goreng Rp28.000 ukuran dua liter. Tapi di kampung, saya kebetulan sekarang di Sukabumi, saya lewat di beberapa toko-toko warung itu yang satu liter harganya Rp20.000,” pungkasnya.

Penulis: Cr/detikEditor: Red