KLISE, JAKARTA – Polisi baru saja menangkap sejumlah pegawai dari perusahaan teknologi komunikasi digital, Komdigi. Namun, pemilik bisnis judi online atau yang sering disebut “raja judol” hingga kini masih belum tersentuh hukum. Pertanyaannya, siapa yang menjadi “pelindung” mereka? Baik pihak yang membayar pegawai Komdigi maupun yang tidak membayar dari situs judi online tersebut tetap beroperasi bebas.
Masalah judi online bukanlah isu baru. Menurut pengamat politik Samuel F. Silaen, pemberantasan judi online hanya berputar seperti opera sabun yang tak kunjung tuntas.
“Kenapa setiap ada penangkapan kecil-kecilan atau kasus ‘recehan‘ selalu dibuat heboh, viral, dan seolah jadi pencapaian besar? Sementara pemain besar atau ‘rajanya’ tak pernah disentuh. Ini menjadi tanda tanya besar bagi publik!,” ungkap Silaen kepada awak media, Kamis (7/11/24).
Lebih lanjut, Silaen mengkritik bahwa isu pemberantasan judi online hanya sebatas jargon tanpa aksi nyata.
“Negara ini seakan gagal dalam menegakkan hukum. Para ‘kakap‘ tak pernah disentuh. Ini cuma pepesan kosong, seperti sinetron yang tak pernah selesai karena terus diperpanjang oleh sutradara dan produsernya,” sindir Silaen.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat Indonesia dianggap tidak memahami permainan kelas atas penuh drama ini, yang sebenarnya hanya diskenariokan.
“Kalau bicara pemberantasan, seharusnya menyasar biangnya, bukan hanya kelas teri. Jika biangnya dihancurkan, yang ‘recehan‘ akan mati dengan sendirinya,” ujar Silaen, yang juga aktivis organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP).