Forkim Desak KPK Usut Anggaran “Siluman” Rp96 Miliar di DPRD

Surat Laporan. [doc.klise]

KLISE, KAB BEKASI — Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (FORKIM) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bersikap objektif dalam menangani laporan gratifikasi yang diduga melibatkan Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dalam Kasus anggaran “siluman” sebesar Rp96 Milyar Tahun Anggaran 2022.

“Berdasarkan Pasal 5 huruf a, b, dan c UU KPK, Lembaga antirasuah itu dituntut untuk menjalankan asas kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Agar KPK dapat bertindak objektif dalam penanganan perkara ini,” tegas Ketua Forkim, Mulyadi melalui keterangan tertulis, Jum’at (26/1/2024).

Mulyadi mengatakan pengusutan dari laporan yang masuk ke KPK tertanggal 21 Agustus 2023 lalu harus dilakukan KPK tidak ragu meningkatkan dugaan tersebut ke Penyidikan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.

“Adapun laporan atas dugaan gratifikasi pembagian proyek yang diduga di atur oleh Eksekutif untuk dibagikan kepada oknum Anggota DPRD melalui Ketua DPRD Kabupaten Bekasi agar memuluskan Paripurna Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2022,” papar Mulyadi.

Mulyadi menyampaikan bahwa adanya dugaan piloting Proyek yang diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, HM. Bn. Holik Qodratulloh sebesar Rp7,191,900,000 untuk 36 Titik dalam kegiatan lanjutan, diantara:

  1. 1. Peningkatan Drainase Lingkungan Perum Permata Cikarang Selatan RT.001 dan RT 002, RW 015 Desa Sukadami.
  2. Peningkatan Jalan Lingkungan Perum Cikarang Permai RT 001/RW 011 Desa Sukadami.
  3. Peningkatan Jalan Lingkungan Jl Kedasih 4 Perum Cikarang Baru RT 001 & RT 002/RW 010 Desa Mekarmukti.

Mulyadi mengatakan, dugaan plotingan proyek keseluruhan Rp96 Miliar ini seakan menjadi lahan basah bagi para koruptor.

“Apalagi, proyek yang dibagikan ini sudah diatur dan di tempatkan di beberapa Dinas. Salah satunya SDAMBK dan Disperkimtan Pemerintah Kabupaten Bekasi,” cetusnya.

Mulyadi menambahkan, modus korupsi yang dilakukan oleh Anggota DPRD beragam, salah satu yang paling banyak dilakukan yakni suap menyuap. Ia menyebut terdapat sekitar 11 kasus korupsi yang dilakukan dengan menggunakan modus ini.

Mulyadi pun mendesak pihak-pihak terkait dapat segera mempercepat penuntasan penanganan perkara ini.

“Kami mendorong KPK melakukan supervisi karena kasusnya sudah berjalan lama, kasihan kalau daerah tetap dipimpin orang-orang yang bermasalah. Hal tersebut perlu diantisipasi mengingat Pemilu serentak 2024 akan dilangsungkan,” imbuh Mulyadi mengakhiri.

Editor: Redaksi