MATA Sebut Rangkap Jabatan Ketua KONI dan BUMD Diduga Berimplikasi Tipikor

Ilustrasi. [doc.klise]

KLISE, KAB. BEKASI – Praktik rangkap jabatan di pemerintahan sudah menjadi rahasia umum, kendatipun adanya larangan. Padahal tujuan larangan rangkap jabatan sebagai upaya agar negara memberikan jaminan pelayanan publik secara optimal dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya.

Termasuk menghindari benturan kepentingan. Tapi, faktanya ada ketua lembaga olahraga yang dinaungi pemerintah setempat yang diketahui rangkap jabatan di perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bekasi.

Koordinator Masyarakat Transparansi Tambun Utara (MATA) , Iwan mengatakan dalam upaya optimalisasi pelaksana pelayanan publik, telah diatur larangan rangkap jabatan. Seperti halnya dalam Pasal 17 huruf a UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pasal 17 huruf a menyebutkan, “Pelaksana dilarang: a.merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;”. Melalui aturan tersebut, peran perusahaan BUMN/BUMD dalam perekonomian nasional diperlukan pengurusan dan pengawasan secara profesional.

“Karena Rangkap jabatan dilarang oleh Undang-undang sehingga siapapun pelakunya dapat dituduh melakukan kegiatan ilegal, yang tentu akan ada sangsi hukumnya, lebih-lebih jika rangkap jabatan diberikan Salary serta tunjangan Jabatan. Hal tersebut ber implikasi Tipikor, ” jelasnya.

Manifestasi profesionalisme, menurut Iwan telah dirumuskan dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 33 UU 19/2003 menyebutkan, ‘Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: (1) anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau (2) jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

“Dapat ditafsirkan, pegawai yang memiliki jabatan dilarang untuk merangkap sebagai direksi BUMD,” ujarnya melalui keterangannya kepada Klise, Senin (25/3/2024).

Sekalipun terdapat Peraturan Menteri (Permen) BUMN No.11 Tahun 2021 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN yang membolehkan rangkap jabatan komisaris BUMN, namun perlu dicermati dalam konsep hierarki perundang-undangan mengacu pada asas lex superior derogate legi inferiori.

Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan yang derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.

Mengacu asas lex superior derogate legi inferiori, aturan dalam Permen BUMN 11/2021 yang membolehkan rangkap jabatan mestinya tak lagi berlaku. Pasalnya, bila tetap dipertahankan justru menciptakan ketidakpastian hukum.

“Alih-alih menciptakan kepastian, justu menciptakan kekacauan hukum karena menciptakan pertentangan, akal sehat manusia waras tentu sulit menerima jika rangkap jabatan di sebut untuk efisiensi,” pungkasnya.

Penulis: Guns










Exit mobile version